Senin, 31 Oktober 2011

Bab 2 Landasan Teori "Metode Riset"


Nama  : Joko dwi saputro
Kelas   : 3ea12
Npm    : 10209637
Matkul: Metode Riset

BAB 2
LANDASAN TEORI


1.      Teori Dasar
1.1    Kemiskinan dan Distribusi pendapatan

Teori kemiskinan menurut Michael Sherraden (2006:46-54) dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yang saling bertentangan dan satu kelompok teori yang tidak memihak (middle ground), yaitu teori yang memfokuskan pada tingkah laku individu (behavioral), teori yang mengarah pada struktur social, dan yang satu teori mengenai budaya miskin. Banyak negara sedang berkembang yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 1960-an mulai menyadari bahwa per-tumbuhan yang tinggi hanya sedikit man-faatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi banyak dirasakan orang tidak memberikan pada pemecahan masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan ketika tingkat pertumbuhan eko-nomi yang tinggi tersebut diiringi dengan meningkatnya tingkat pengangguran dan pengangguran semu di daerah pedesaaan maupun perkotaan. Distribusi pendapatan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin semakin senjang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata telah gagal untuk menghilangkan atau bahkan mengurangi luasnya kemiskinan absolut di negara-negara sedang berkembang.
Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (2004) mengemukakan 8 faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:
a. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita
b. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi
c.       Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
d.     Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah
e.       Rendahnya mobilitas social
f.  Pelaksanaan kebijak-sanaan industri substitusi impor yang meng-akibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis
g.    Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang
h.      Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

            Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi. Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidakmerataan dari distribusi pendapatan adalah Gini coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve. Untuk mengukur tingkat kemiskinan digunakan metode headcount measure dan poverty gap. Ukuran yang dipakai dalam menentukan ketidakmerataan baik di tingkat wilayah maupun rumah tangga adalah gini coefficient dan tingkat kemiskinan.

2.      Tinjauan Riset Terdahulu

     Menurut studi Mocan (1999) dan Blejer dan Guererro (1990) variabel makro-ekonomi berpengaruh terhadap distribusi pendapatan adalah seperti inflasi dan pengangguran. Sementara itu studi lain menurut Auten dan Carroll (1999) serta Feenberg dan Poterba (1993) menunjukkan pengaruh kebijakan fiskal terutama tingkat pajak juga berpengaruh terhadap ketidakmerataan distribusi pen-dapatan. Menurut Atkinson (1976) yang dikutip oleh Rusli, et.al (1996) mendefinisikan bahwa ketidakmerataan pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kumulatif. More (1990) berpendapat bahwa tingkat ketidakmertaan pendapatan, pada kenyataannya mengikuti pola berbentuk U terbalik untuk kasus pertumbuhan dengan melebarnya sektor berpendapatan tinggi.

3.      Pengembangan Hipotesis
            Bahwa adanya ketidakmerataan distribusi pendapatan yang didorong oleh beberapa faktor yaitu inflasi, pengangguran, kemiskinan, kebijakan fiskal terutama tingkat pajak dan adanya faktor ketidakmerataan distribusi pendapatan rumah tangga berkaitan erat dengan ketidakmerataan distribusi penguasaan lahan pertanian, distribusi pendidikan angkatan kerja rumah tangga dan distribusi pendapatan yang berasal dari sektor pertanian

Pustaka :



 Tugas ini diberikan oleh Pak Prihantoro

Senin, 24 Oktober 2011

Tugas Review Jurnal II



 ANALISIS JURNAL 1

1)      Judul, Pengarang, Tahun :
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah, Pramono Hariadi, Arintoko, Icuk Rangga Bawono

2)      Tema :
Ketimpangan Distribusi Pendapatan

3)      Latar Belakang Masalah :
Ø  Fenomena :
Adanya pertumbuhan penduduk ataupun pertumbuhan penduduk miskin yang cukup cepat di Kabupaten Banyumas. Sementara itu dampak kebijakan penyesuaian harga, misalnya harga BBM pada tahun 2005 dan kebijakan penyesuaian pendapatan seperti UMR dan gaji PNS yang memicu inflasi dalam beberapa tahun terakhir ini tentunya juga berpengaruh pada tingkat kemisikinan dan distribusi pendapatan di Kabupaten Banyumas.

Ø  Penelitian Sebelumnya :
Menurut Mocan (1999) dan Blejer dan Guererro (1990) menyampaikan beberapa variabel makro-ekonomi berpengaruh terhadap distribusi pendapatan seperti inflasi dan pengangguran menurut studi. Sedangkan Menurut Auten dan Carroll (1999) serta Feenberg dan Poterba (1993) pengaruh kebijakan fiskal terutama tingkat pajak juga berpengaruh terhadap ketidakmerataan distribusi pendapatan

Ø  Motivasi Penelitian
Mengetahui sejauh mana dampak kebijakan pembangunan daerah di Banyumas yang sudah dilakukan selama ini, ketika dampak dari kenaikan harga BBM dan kenaikan upah dan gaji PNS yang memicu inflasi masih terasa bagi masyarakat berpendapatan rendah.

4)      Masalah :
Sektor riil di Kabupaten Banyumas belum tumbuh secara maksimal. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang ada belum mampu menyerap tenaga kerja secara memadai untuk mengurangi tingkat pengangguran, kemiskinan serta mem-perbaiki ketimpangan distribusi pendapatan.

5)      Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui kecenderungan terkini mengenai ketimpangan distribusi pendapatan di Banyumas dengan dihubungkan dengan faktor-faktor penyebabnya.

6)      Metodologi Penelitian :
Populasi yang disurvei adalah rumah tangga di setiap kecamatan di Kabupaten Banyumas. Penarikan sampel rumah tangga di kecamatan dilakukan dengan terlebih dahulu menentu-kan kecamatan yang terpilih untuk dijadikan sampel yang dapat mewakili populasi di Kabupaten Banyumas. Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Banyumas yang akan dipilih berdasarkan karateristik wilayah yang ada dengan pertimbangan 3 kelompok wilayah kecamatan tersebut adalah kecamatan kota (urban), kecamatan di dekat atau pinggiran kota (suburban) dan kecamatan di wilayah pedesaan (rural). Setiap kelompok wilayah kecamatan diambil 3 Kecamatan dengan kriteria berturut-turut kecamatan dengan pendapatan per kapita tertinggi, menengah, dan terendah. Selanjut-nya rumah tangga yang dijadikan sampel didasarkan strata jenis profesi/jenis peker-jaan yang dimiliki rumah tangga.

7)      Hipotesis :
Apakah ada ketidakmerataan distribusi pendapatan yang tinggi dalam distribusi pendapatan rumah tangga di Banyumas tahun 2008 ?

8)      Hasil dan Analisis :
Adanya ketidakmerataan distribusi pendapatan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan angka koefisien Gini yang cukup besar yaitu 0,63 dan terjadi peningkatan ketimpangan distribusi antar rumah tangga di Kabupaten Banyumas. Dari hasil penelitian terhadap sampel rumah tangga diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa kelompok 40% masyarakat berpendapatan terendah (miskin) hanya memperoleh 6,8% dari total pendapatan. Sementara itu kelompok 40% masyarakat berpendapatan menengah memperoleh 23,4% dari total pendapatan. Kelompok 20% masyarakat berpendapatan tertinggi (kaya) memperoleh 69,8% dari total pendapatan.

9)      Rekomendasi dan Implikasi :
Kecenderungan meningkatnya ketimpangan distribusi pen-dapatan antar rumah tangga membuat pemerintah daerah harus lebih serius untuk menangani masalah ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan dengan kebijakan pembangunan yang pro kemiskinan, promosi dan pengembangan sektor informal, pengembangan usaha kecil menengah (UKM) melalui sentra-sentra industri komoditi local, pengembangan agribisnis dan agroindustri untuk menciptakan keterkaitan sektoral untuk mengangkat sektor pertanian.

10)   Sumber Jurnal :



ANALISIS JURNAL 2

1)      Judul, Pengarang, Tahun :
Analisis Kemiskinan dan Ketimpangan Distribusi Pendapatan pada Peternak Sapi Perah (Survey di Wilayah Kerja Koperasi Unit Desa Sinar Jaya Kabupaten Bandung), Achmad Firman dan Linda Herlina

2)      Tema :
Ketimpangan Distribusi Pendapatan

3)      Latar Belakang Masalah :
Ø  Fenomena :
Sejak tahun 1988 – 2003, perkembangan populasi ternak sapi perah khususnya di Jawa Barat tidak mengalami perkembangan yang berarti alias stagnan. Kemungkinan kondisi ini dipicu oleh semakin sempitnya lahan untuk peternakan sapi perah dan sulitnya mencari hijauan sebagai makanan pokok ternak sapi perah.

Ø  Penelitian Sebelumnya :
Menurut Atkinson (1976) yang dikutip oleh Rusli, et.al (1996) mendefinisikan bahwa ketidakmerataan pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kumulatif.

Ø  Motivasi Penelitian
Adanya upaya untuk memerangi kemiskinan yaitu dengan orientasi pemerataan hasil-hasil pembangunan

4)      Masalah :
Seberapa besar tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi pada peternak sapi perah di wilayah kerja KUD Sinar Jaya Kabupaten Bandung.

5)      Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi pada peternak sapi perah di wilayah kerja KUD Sinar Jaya Kabupaten Bandung.

6)      Metodologi Penelitian :
Ø  Data primer :
Jumlah penduduk miskin pada tahun 1999 menurut BPS adalah sebanyak 47,97 juta jiwa, BKKBN melaporkan sebanyak 52,29 juta jiwa (pra KS dan KS 1 dengan alasan ekonomi), dan SMERU melaporkan 55,80 juta jiwa. Bank Dunia menetapkan ukuran kemiskinan melalui ukuran dollar, yaitu US$ 1 per orang perhari (berdasarkan power purchase parity tahun 1993). Karenanya, bila suatu individu hanya mampu memenuhi kebutuhan hidupnya kurang dari satu dollar per hari dapat dikatakan sebagai di bawah garis kemiskinan.

Ø  Metode Penelitian :
Penelitian ini dilakukan dengan cara sampling proporsional terhadap 69 responden yang merupakan anggota koperasi dari KUD Sinar Jaya Kabupaten Bandung. Analisis yang digunakan untuk menghitung tingkat kemiskinan dengan menggunakan headcount inde. Di mana : K = tingkat kemiskinan; q = jumlah penduduk miskin atau berada di bawah garis kemiskinan; dan n = adalah jumlah penduduk.

7)      Hipotesis :
Apakah jumlah orang miskin yang terjaring oleh standar kemiskinan Bank Dunia lebih banyak dibandingkan dengan BPS.

8)      Hasil dan Analisis :
Hasil analisis menunjukkan bahwa peternak yang hidup di bawah garis kemiskinan (miskin absolute/persistent) sebanyak 20,29 persen (14 orang) berdasarkan standar kemiskinan BPS atau sebanyak 34,78 persen (24 orang) berdasarkan standar kemiskinan Bank Dunia

9)      Rekomendasi dan Implikasi :
Kondisi kemiskinan pada peternak sapi perah berada pada kisaran 20,29 persen dan 34,78 persen berdasarkan kriteria BPS dan Bank Dunia dan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur berdasarkan nilai Gini Coefficient bernilai rendah (0,2149). Artinya ketimpangan antara peternak yang kaya dan miskin tidak terjadi ketimpangan yang cukup besar. Dan sebaiknya standar kemiskinan yang selama ini digunakan oleh BPS harus mengakomodasi dampak global terhadap perekonomian Indonesia, misalnya pengaruh harga nilai kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat

10)   Sumber Jurnal :
ANALISIS JURNAL 3

1)      Judul, Pengarang, Tahun :
Peningkatan Pendapatan Masyarakat Pedesaan Dalam Hubungannya Dengan Distribusi Antar Rumah Tangga, A. Rozany Nurmanaf

2)      Tema :
Ketimpangan Distribusi Pendapatan

3)      Latar Belakang Masalah :
Ø  Fenomena :
Peningkatan pendapatan tersebut belum menjamin perbaikan kesejahteraan anggota masyarakat luas karena tingkat pendapatan yang bervariasi antar rumah tangga sesuai dengan tingkat penguasaan sumberdaya dan kemampuan mengelolanya. Dengan perkataan lain bahwa peningkatan pendapatan suatu komunitas tidak selalu diikuti perbaikan distribusi di antara anggotanya.

Ø  Penelitian Sebelumnya :
Pada tahun 1955, Kuznets memperkenalkan pemikiran perihal hubungan antara ketidakmerataan pendapatan dengan tingkat keberhasilan pembangunan. Hubungan antara tingkat pendapatan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan dihipotesakan berupa bentuk hubungan dengan pola U-terbalik (inverted U shaped pattern). Artinya, distribusi pendapatan cenderung semakin timpang pada tahap awal pembangunan dan kemudian cenderung lebih merata pada tahap selanjutnya sejalan dengan perbaikan tingkat pendapatan.

Ø  Motivasi Penelitian
Relasinya lemah dan terletak pada batas tidak signifikan secara statistik, pola hubungannya menunjukkan bahwa propinsi-propinsi dengan tingkat pendapatan tinggi memiliki tingkat ketidakmerataan yang tinggi pula. Kecenderungan demikian kiranya mendukung tahap awal dari hipotesa dengan pola U-terbalik untuk kasus pertumbuhan sektor berpendapatan tinggi yang melebar.

4)      Masalah :
Ketidakmerataan distribusi pendapatan rumah tangga berkaitan erat dengan ketidakmerataan distribusi penguasaan lahan pertanian, distribusi pendidikan angkatan kerja rumah tangga dan distribusi pendapatan yang berasal dari sektor pertanian.

5)      Tujuan Penelitian :
Untuk menguji keterkaitan dan hubungan antara tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan antar rumah tangga dengan pendapatan per kapita di pedesaan. Atau mengetahui seberapa besar pengaruh peningkatan pendapatan terhadap tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.

6)      Metodologi Penelitian :
Ø  Data primer :
Ada aspek pendapatan rumah tangga tahun 1999 di 6 propinsi, yaitu Propinsi Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Dari keenam propinsi tersebut dipilih sebanyak 35 desa dengan criteria agro ekosistem, dominasi komoditas pertanian dan aksesibilitas. Di masing-masing desa dienumerasi sebanyak 50 rumah tangga yang dipilih secara acak.

7)      Hipotesis :
Apakah ketidakmerataan distribusi pendapatan rumah tangga berkaitan erat dengan ketidakmerataan distribusi penguasaan lahan pertanian, distribusi pendidikan angkatan kerja rumah tangga dan distribusi pendapatan yang berasal dari sektor pertanian

8)      Hasil dan Analisis :
Bahwa ada ketidakmerataan distribusi pendapatan rumah tangga berkaitan erat dengan ketidakmerataan distribusi penguasaan lahan pertanian, distribusi pendidikan angkatan kerja rumah tangga dan distribusi pendapatan yang berasal dari sektor pertanian. Semakin tinggi derajat ketidakmerataan distribusi masing-masing faktor pendapatan tersebut menyebabkan semakin tinggi derajat ketidakmerataan distribusi pendapatan antar rumah tangga.

9)      Rekomendasi dan Implikasi :
Rumah tangga yang memiliki aksesibilitas terhadap permodalan dan menguasai aset produktif antara lain lahan pertanian dengan skala usaha yang luas, walaupun terdapat dalam jumlah unit yang lebih sedikit, mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perdapatan masyarakat dan Pemerintah sebagai motor penggerak pembangunan perlu bersungguh-sungguh memeratakan hasil-hasil pembangunan dengan berbagai cara dan bentuk dan ke segala tempat, sehingga peningkatan pendapatan masyarakat akan diikuti diikuti oleh perbaikan distribusi pendapatan.

10)  Sumber Jurnal :


Nama        :  Joko Dwi Saputro
Kelas        :  3ea12
NPM        :  10209637
Matkul      :  Metode Riset

Tugas ini diberikan oleh :